Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dengan penduduk terbesar dan memiliki keragaman geografis dan demografis yang besar. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah mengembangkan sistem surveilans yang berbeda untuk memantau kejadian penyakit dan pengambilan keputusan kesehatan dengan lebih baik.
Namun, apakah sistem surveilans di Indonesia sudah cukup efektif dan efisien? Apa saja kecenderungan penggunaan sistem surveilans di Indonesia? Bagaimana perbandingannya dengan negara-negara lain?
Kecenderungan Penggunaan Sistem Surveilans di Indonesia
Sistem surveilans di Indonesia memiliki kecenderungan dalam pengumpulan data, analisis, dan pelaporan penyakit. Di Indonesia, sistem surveilans dilakukan oleh Departemen Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Sistem ini terdiri dari beberapa bagian seperti peringatan dini, pencatatan penyakit, dan pemeriksaan kesehatan.
Dalam pengumpulan data, Indonesia menggunakan sistem manual melalui formulir tertulis yang diisi oleh petugas kesehatan. Namun, sistem manual ini rawan terhadap kesalahan atau kehilangan data, menghabiskan waktu dan energi yang banyak, serta tidak efisien untuk pengolahan data yang lebih besar.
Sementara itu, dalam analisis penyakit yang dilakukan oleh fakultas kedokteran atau institut penelitian, Indonesia menggunakan sistem surveilans yang kompleks, seperti Sistem Surveilans Penyakit pada Hewan dan Tumbuhan. Namun, jumlah tenaga ahli kesehatan yang terbatas dan kurangnya akses ke teknologi modern menjadi kendala dalam analisis data tersebut.
Perbandingan Sistem Surveilans di Indonesia dengan Negara Lain
Meskipun sistem surveilans di Indonesia memiliki beberapa kekurangan, ada beberapa negara lain yang mempunyai sistem surveilans yang lebih buruk. Sebuah studi pada tahun 2017 menunjukkan bahwa beberapa negara Afrika memiliki sistem surveilans yang sangat lemah. Sementara di Amerika Latin, memiliki sistem surveilans yang lebih baik dibandingkan dengan negara Afrika.
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, sistem surveilans dilakukan oleh departemen kesehatan nasional. Sistem ini melibatkan banyak ahli kesehatan, fakultas kedokteran, dan institut penelitian, serta menggunakan teknologi modern untuk pengumpulan data dan analisis.
Namun, meskipun sistem surveilans di negara maju lebih baik, Indonesia tidak perlu hanya meniru sistem surveilans mereka. Indonesia mempunyai keunikan dalam geografi dan demografi penduduk yang berbeda dengan negara maju dan negara berkembang lainnya. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan sistem surveilans yang unik dan memiliki kelebihan-kelebihan tertentu.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, sistem surveilans di Indonesia perlu terus ditingkatkan untuk mengoptimalkan pengumpulan data, analisis, dan pelaporan penyakit. Dalam hal ini, diperlukan akses ke teknologi modern, pendidikan kesehatan yang lebih baik, dan pengembangan sistem komunikasi yang lebih efisien.
Namun, pada saat yang sama, Indonesia perlu mempertimbangkan keunikan dalam geografi dan demografi penduduk. Dalam hal ini, perlu dikembangkan sistem surveilans yang cocok dengan kondisi Indonesia. Dengan cara ini, sistem surveilans di Indonesia dapat terus ditingkatkan dan memainkan peran penting dalam memantau kejadian penyakit dan pengambilan keputusan kesehatan yang lebih baik.